Oleh : Dr Dedek Kusnadi MSi,.MM
Diunggulkan sejumlah lembaga survey, bukan menjadi jaminan bisa mengantongi dukungan partai. Pil pahit ini dirasakan langsung Walikota Jambi, Syarif Fasha. Ia kalah sebelum bertempur, selepas gagal merebut dua partai terakhir, Demokrat dan PAN.
Sempat percaya diri sukses menggenggam tiket Demokrat. Fasha muram durja ditelikung Fachrori Umar di last minute. Fasha sempat bangkit, sesuai taglinenya. Ia bergegas memburu partai terakhir, PAN, yang sejak awal sudah melempar sinyal dukungan ke Al Haris.
Semua koneksi diaktifkan. DPP PAN sempat dihantam ombak besar. Al Haris tentu tak tinggal diam. Bagi Haris, dukungan berkarya bisa saja menjadi masalah. Makanya, PAN wajib menjadi partai hidup matinya. Ia mengerahkan semua sumber daya, untuk melokalisir gangguan.
Apalagi, gangguan bukan saja datang dari Fasha. Tim senyap Fachrori juga sempat melipir ke partai matahari terbit itu. Sesama anggota Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa Indonesia (IARMI), Fasha merangsek masuk ke Zulkifli Hasan.
Ia sempat mendapat angin segar. Kabar itu terbang bagai angin, bergegas hinggap ke telinga para loyalis. Dari Jambi, mereka ramai-ramai mengirim meme Fasha return for war. Elit PAN sempat gamang. Data survey dibuka. Angka-angka jajak pendapat yang dibuat Charta Politika, makin membuat elit PAN bingung. Mereka menganggap figur Fasha lebih prospektif ketimbang Al Haris.
Opsi-opsi sempat menyeruak. Termasuk kemungkinan memadukan Fasha dan Al Haris. Tapi, konsensus itu sulit terwujud, mengingat lingkaran Haris kurang menyukai figur Fasha.
Dewi fortuna sepertinya memang belum memihak pada Walikota keren itu. Menjelang Maghrib Senin 24 Agustus 2020 kemarin, Zulkifli Hasan resmi menyerahkan rekomendasi PAN ke Al Haris. Pemberitaan PAN ke Haris langsung berseliweran, seiring dengan keluarnya rilis Charta Politika, yang menyatakan hanya ada dua kandidat yang potensial unggul di Pilgub : Fasha dan Cek Endra.
Nama Haris dan Fachrori tertinggal di bawah Fasha-Cek Endra.
Al Haris boleh tersenyum lebar. Disokong PAN, kekuatannya tentu bertambah. Bukankah PAN punya kader militan dan 4 Bupati?
Bakri langsung mempertegas posisi Haris yang sudah berbaju PAN. Dan secara otomatis hengkang dari Partai Golkar itu.
Arah Politik Fasha?
Selepas Fasha-AJB gagal berlaga, pertanyaan yang paling banyak membuhul di kepala publik adalah kemana larinya suara basis Fasha-AJB?
Coba kita terka berdasar kalkulasi politik. Fasha adalah kader Golkar. Masih tercatat sebagai kader aktif. Lingkaran terdekat Fasha mayoritas merupakan politisi Golkar. Meski akan bermain aman, secara personal Fasha akan merapat ke Cek Endra, kandidat gubernur yang diusung Golkar.
Fasha dan Cek Endra terbilang karib, yang kerap seiring sejalan. Tak pernah terlibat konflik. Hubungan keduanya bagus. Demi kepentingan kolega dekat dan langkah politik jangka panjang, Fasha lebih diuntungkan bergabung ke barisan CE-Ratu.
Basis kota tentu akan menjadi perebutan. Tanpa Fasha, duet CE-Ratu akan memeroleh suara maksimal di Kota Jambi, suara terpadat di Pilkada. Sebagaimana jamak diketahui publik, kota adalah basis keluarga besar Nurdin Hamzah. Dengan demikian, CE-Ratu akan sangat diuntungkan. Ratu diperkirakan bakal memeroleh suara besar di basis kota ini, apalagi ada Sum Indra, yang pasang badan di belakang Ratu Munawaroh.
Tanpa AJB, suara kerinci-Sungai Penuh juga akan menjadi perebutan. Suara di dua daerah ini signifikan, setelah Kota Jambi. Dengan munculnya Jenderal Syafril Nursal, praktis basis kerinci relatif akan mengkristal ke figur Kapolda Sulteng ini.
CE-Ratu dan Haris-Sani hanya berpeluang mencuri suara di daerah Kayo Aro, basis jawa.
Basis CE-Ratu juga kian membesar ketika Saprial gagal maju bersama Fachrori. Ratu Munawaroh akan maksimal menggulung suara timur, yang memang sejak dulu menjadi basis kekuatan trah nurdin.
Selain Sarolangun, yang merupakan basis Cek Endra. Duet ini kian kokoh dengan solidnya Bupati Golkar di belakang CE-Ratu, seperti Sukandar dan Syahirsah.
Pilgub kali ini memang penuh kejutan. Diluar perkiraan dan prediksi. Fasha yang selalu diunggulkan survey malah gagal melaju karena ditinggal parpol. Ratu Munawaroh dan Jenderal Syafril Nursal yang sempat tak dihitung tiba-tiba merangsek masuk ke gelanggang Pilgub.
Tanpa Fasha, CE-Ratu memang semakin kokoh. Tapi, kekuatan Haris-Sani dan Fachrori-Syafril Nursal tak bisa dipandang sebelah mata. Seperti Haris yang makin kuat disokong PAN dan jejaring Mantan Gubernur Jambi Hasan Basri Agus. Figur Sani juga berpotensi mendulang suara besar jika jejaring Jawa betul-betul diaktifkan.
Dialah satu-satunya figur Jawa yang kini berada di gelanggang Pilgub. Kelompok Jawa Merangin, juga kian antusias memenangkan Haris-Sani, dengan asumsi jika Haris menang, sang wabup yang merupakan orang jawa akan otomatis menjadi Bupati. Tentu saja, mereka akan mati-matian memperjuangkan Haris-Sani.
Duet ini juga disokong oleh kelompok NU muda, yang bernaung di belakang jejaring Partai Kebangkitan Bangsa. Adanya PKS, dengan kader militan di belakangnya, juga patut menjadi perhitungan.
Sementara, sang petahana Fachrori juga semakin kuat dengan komposisi bersama Jenderal Syafril Nursal. Basis Kerinci akan otomaris mengkristal ke duet ini. Sang jenderal juga berpotensi menyumbang suara bagi Fachrori, yang di dukung oleh komunitas sipil Bayangkara ini.
Riset Charta Politika yang baru saja dirilis, menunjukkan bahwa tanpa Fasha, pertarungan Pilgub menjadi sengit. CE-Ratu memang diuntungkan. Tapi, Haris-Sani dan Fachrori-Syafril Nursal juga berpotensi merebut kemenangan.
Akhirnya, mengutip pribahasa Sun Tzu, bapak Intelijen dunia asal Tiongkok, yang mengatakan begini,
“Barang Siapa Mengenali Kekuatan Musuhnya, Akan Memperoleh Separuh Kemenangan Sebelum Pertempuran; Barang Siapa Mengenali Kekuatan Musuhnya, Serta Kekuatan Dirinya Sendiri Niscaya Akan Selalu Menang Dalam Setiap Pertempuran; Namun Sesungguhnya, Kemenangan Yang Sejati Adalah Kemenangan Tanpa Petempuran”(*)
Penulis adalah pengajar di UIN STS Jambi Program study Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah juga Peneliti di Puskaspol Jambi.