KUALATUNGKAL– Sebagai Kabupaten Persisir, Tanjabbar merupakan wilayah perairan yang selama salah satu daerah penghasil produksi ikan di Provinsi Jambi.
Namun, sejak beberapa tahun terakhir Produksi ikan dari nelayan ini terus mengalami penurunan termasuk juga budidaya ikan nya.
Hal ini dampak dari Undang undang 23 tahun 2014 , yang mana sangat membatasi ruang gerak Kabupaten. karena kewenangan terhadap laut sudah tidak ada lagi.
Pemberlakukan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebabkan beberapa ketidakpastian hukum dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya di bidang kelautan dan perikanan, sehubungan dengan bagaimana pembagian kewenangan fungsi dalam hukum antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Salah satu fitur yang berani dari undang-undang baru itu adalah mengambilalih kewenangan pemerintah Kabupaten dalam mengelola urusan kelautan dan perikanan yang kemudian wewenang itu ditransfer ke pemerintah pusat dan provinsi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjabbar, Netty Martini mengatakan ruang gerak Kabupaten mulai dari jarak 0 sampai 12 mil laut saat ini sudah dikuasai oleh provinsi jambi
Kata Netty, diprovinsi Jambi Kabupaten Tanjabbar dan Tanjabtim merupakan Kabupaten yang mempunyai laut. Namun sejauh ini pemerintah provinsi tidak mempunyai cukup dana dalam memfasilitasi seluruh Kabupaten yang mempunyai laut.
” Pemprov tidak mampu membiayai kita. Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebenarnya bisa membiayai. Namun tidak ada kewenangan nya, saya tidak boleh menganggarkan yang bukan kewenangan kita.” ujar Netty.
Dirinya mencontohkan saat ini produksi perikanan di laut sangat susah mengingat nelayan hanya boleh melaut hanya boleh menangkap ikan diwilayah perairan umum Kabupaten saja.
Selain itu kata Netty, bukan penurunan produksi tangkapan nelayan seperti ikan saja. Namun salah satu daya tangkap nelayan seperti jenis kerang sudah juga mulai langkah.
” Ini merupakan Efek dari Undang Undang 23 tahun 2014, yang mengancam nelayan tradisional.” Beber nya.
Ia menyebut, sektor yang diandalkan saat ini merupakan hasil dari laut, hal ini tak lepas instruksi presiden Jokowi dalam mengerakan poros maritim dunia
” Kenapa poros maritim kayak gini, kalau produksi hasil laut menurun terus, 0 sampai 12 mil laut itu sudah wewenang propinsi, kalau di atas 12 mil itu pusat. Kalau dulu 0 sampai 4 mil izinnya masih wewenang Kabupaten, namun sekarang kita tidak bisa mengatur laut kita lagi.” Terang Netty.
Diakui Netty, jika biota dan daya tangkap tradisional Nelayan Tanjabbar saat posisi nya memang sedang terancam.
Dengan menurunnya dan terancamnya daya tangkap nelayan Tanjabbar, ia dengan tegas mengatakan, seharusnya provinsi sudah membuat peraturan daerah (Perda) tentang izin wewenang daya tangkap nelayan dilaut.
” Provinsi kita lihat tidak bergerak dalam hal ini, seperti tidak ada orang disitu, seharusnya mereka buat perda 0 sampai 4 mil dan 0 sampai 12 mil itu bagaimana aturannya.” Tegasnya.(red)