Opini Redaksi
Penulis : Pemred Jambivalen.Com
Belum genap 2 bulan pasca dilantik tanggal 26 Februari 2021 sebagai Bupati Tanjabbar, Anwar Sadat ditenggarai melakukan suatu tindakan kecerobohan dalam perundingan sengketa tapal batas yang difasilitasi oleh Pemprov Jambi dan Kemendagri pada tanggal 19 Mei 2021 di Kantor Gubernur Jambi.
Yang menjadi pertanyaan besar perundingan diantara dua kabupaten soal tapal batas antara Kabupaten Tanjabbar dengan Kabupaten Tanjab Timur, dalam surat kesepakatan bersama yang diketahui oleh Pj Gubernur Jambi, Hari Nur Cahya Murni dan Inspektur IV Kemendagri, Arsan Latif selaku Koordinator tim penegasan tapal batas sumatra barat dan Jambi, ada nya kecerobohan yang dilakukan oleh Bupati Tanjabbar yang bersepakat membagi 2 diantara 24 sumur dengan Kabupaten Tanjab Timur, dengan estimasi penerimaan dari tahun sebelum nya dalam keadaan covid dan anjlok nya harga minyak dunia jika lepas kerugian yang akan dialami oleh tanjabbar diperkirakan sebesar kurang lebih Rp 49 miliar. Seharus nya kesepakatan tersebut tidak ditanda tangani. Walaupun dikabarkan pertemuan tersebut berlangsung panas.
Menurut Informasi sebelum dilakukan penanda tanganan kesepakatan tersebut dilakukan diruangan tertutup antara Bupati Tanjabbar-Bupati Timur- Pj Gubernur- dan Inspektur IV Kemendagri, tidak ada yang tahu isi percakapan didalam sehingga membuahkan hasil penandatangan kesepakatan yang bisa membuat kerugian besar untuk Kabupaten Tanjabbar.
Jika kita bersoudzon kemungkinan ada dugaan perundingan bawah tangan, jika kita berhusnudzon mungkin Bupati Khilaf, atau tidak memahami sama sekali karena baru seumur jagung dilantik sebagai kepala daerah sudah dihadapi persoalan rumit, MUNGKIN… masyarakat yang akan menilai sendiri, karena tanda tangan tersebut tanpa sepengetahuan dari DPRD Tanjabbar, yang lucu nya satu minggu pasca penandatangan kesepakatan tersebut tepat nya tanggal 25 mei 2021 baru diundang pimpinan DPRD serta hanya ketua Komisi I dan II dan tidak mewakili secara kelembagaan DPRD yang mana DPRD Tanjabbar masing masing memiliki Fraksi Fraksi DPRD untuk dilakukan koordinasi dan menghasilkan keputusan menolak kesepakatan yang telah ditanda tangani oleh Bupati Anwar Sadat.
Berselang 6 bulan kemudian terjadi lagi perundingan yang dilaksanakan dikantor Kemendagri tanggal 11 November 2021 yang sama sekali tidak ada titik terang penyelesaian tapal batas, yang hanya ditanda tangani oleh pejabat lebih rendah dari kesepakatan awal. Sehingga pada akhir nya kedua daerah bersepakat menyerahkan penyelesaian sengketa tapal batas kepada kemendagri, terus apa kabar kesepakatan awal soal pembagian sumur migas. ??
Seandai nya sumur migas memang lepas sesuai dengan kesepakatan awal, siapa yang akan bertanggung jawab ?? Jelas jelas hal ini merugikan masyarakat kabupaten tanjabbar yang berimbas akan berkurang nya penerimaan daerah dari sektor Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk pembangunan Kabupaten tanjabbar. Hal tersebut apakah bisa dikatakan Bupati melakukan pelanggaran UU kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 76 huruf d yang berbunyi menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpin.
Dilain sisi Wakil Bupati Tanjabbar,Hairan dalam berbagai kesempatan meminta kepada SKK migas ada nya keterbukaan soal produksi migas, apakah ini bentuk dari pengalihan isu jika kesepakatan awal yang ditanda tangani masing masing kepala daerah berlaku dan dinyatakan terbagi dua.
Usaha yang dilakukan oleh Wabup Tanjabbar Hairan patut diapresiasi hanya itu suatu hal mustahil yang mana migas tersebut dikuasai oleh negara sedangkan daerah hanya menerima sebagian kecil untuk daerah penghasil hanya 6 persen diberikan oleh negara, jadi jelas bahwa soal migas tersebut pemerintah pusat yang memiliki kewenangan penuh.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DBH dari minyak bumi adalah 84,5 persen untuk pusat dan 15,5 persen untuk daerah.
Dari 15,5 persen itu, sebanyak 0,5 persen dialokasikan untuk anggaran pendidikan dasar di daerah penghasil. Sisanya, 15 persen dibagi dengan rincian 3 persen untuk provinsi, 6 persen kabupaten daerah penghasil, dan 6 persen untuk kabupaten lain dalam provinsi yang bersangkutan.
Jadi SKK migas tidak mesti memberikan laporan detail jumlah produksi migas kepada daerah karena SKK migas bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan SKK Migas menandatangani Kontrak Kinerja kepada Presiden hal tersebut sesuai dengan Perpres Nomor no 9 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. (**)