Opini Redaksi–
Pemkab Tanjabbar mulai memainkan strategi isu anjlok nya harga minyak dunia yang akan mempengaruhi Pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang seakan akan mempengaruhi APBD, sudah digemborkan di publik bahwa pemkab tanjabbar mengalami defisit anggaran namun itu disinyalir hanya sebuah akal akalan saja untuk menghindari penarikan deposito yang selalu menjadi silpa setiap tahun diangka 200 an Miliar.
Karena bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa deposito itu sarat dengan kepentingan dan menguntungkan kedua belah pihak. Ditambah adanya statemen dari kepala BPKAD Tanjabbar bahwa deposito APBD tidak untuk konsumsi publik melainkan hanya untuk konsumsi kepala daerah, nah ini yang menjadi tanda tanya ada apa sebenar nya dengan deposito APBD siapa kah yang diuntungkan dengan semakin besar nya deposito APBD ??? Apakah kepala daerah atau daerah ???.
Pengalihan dana APBD dari kode rekening Kas Daerah menjadi Deposito pada dasarnya secara hukum diperkenankan, akan tetapi harus memenuhi mekanisme peraturan sebagaimana amanah Undang-Undang Pasal 131 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa dalam rangka manajemen kas, Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dan/atau melakukan investasi jangka pendek atas uang milik Daerah yang sementara belum digunakan sepanjang tidak mengganggu likuiditas Keuangan Daerah, tugas daerah, dan kualitas pelayanan publik.
Di triwulan pertama pemkab sudah kasak kusuk dengan mengatakan telah terjadi nya defisit akibat anjlok nya harga minyak dunia. Dengan pemberitahuan melalui Wa yang ditujukan kepada OPD terjadi defisit lebih kurang Rp 331, 3 M dan setelah perhitungan dengan rencana silpa Unaidited masih Rp 172, 4 Miliar dan diminta untuk tidak mengeksekusi anggaran seluruh belanja modal dan anggaran lain yang sifat nya kontraktual.
Apakah mungkin target penerimaan DBH Migas tanjabbar tahun 2020 sesuai hasil lifting migas sebesar Rp 374 Miliar sama sekali tidak tersalurkan, sulit untuk dipercaya, bisa jadi ini bagian dari strategi yang tidak ingin menyentuh deposito yang pernah di ucapkan kepala BPKAD Tanjabbar bahwa soal deposito pemkab tidak bisa dibuka untuk publik dan hanya menjadi konsumsi kepala daerah itu sendiri.
Sehingga terbit lah surat Sekda tertanggal 14 april 2020 untuk menghentikan sementara beberapa item kegiatan proyek yang seakan akan ingin merasionalisasikan anggaran akan dampak pengaruh anjlok nya harga minyak dunia.
Dengan turun nya surat keputusan bersama menteri keuangan dan menteri dalam negeri Nomor 119/2813/SJ -Nomor 177/KMK.07/2020 tentang percepatan penyesuaian APBD 2020 dalam rangka penanganan corona serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional, dan itu merupakan pergeseran anggaran saja bukan defisit.
Penghentian proses pengadaan barang dan jasa sementara itu tak lain nanti bisa diasumsikan untuk kembali dimasukan dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) P tahun 2020 dan berkemungkinan itu bisa dilaksanakan, sehingga deposito sama sekali tidak dilakukan penarikan.
Tidak pernah terjadi defisit itu terjadi ditahun berjalan, karena hitungan lifting migas ditahun sebelum nya menjadi acuan untuk dimasukan di APBD untuk tahun berikut nya. Sehingga asumsi defisit di awal tahun anggaran dirasa janggal.
Bisa dilihat kabupaten tetangga kabupaten tanjab timur sama sama menjadi daerah penghasil migas tidak ada bicara adanya defisit anggaran karena anjlok nya harga minyak akibat corona, tetapi mengapa kabupaten tanjabbar sudah bicara defisit yang angka nya sangat besar Rp 331,3 M…
Lagi lagi kita di ajak untuk berpikir keras dengan strategi isu yang dimainkan, diyakini bahwa APBDP 2020 nanti nya sangat bergantung dari perhitungan silpa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari deposito….mari sama sama kita berpikir apakah ini defisit atau menghindari penarikan deposito ??? (***)
PENULIS : Jordan/ Pemred Jambivalen.Com